Tulisan ini semoga menyemangatimu Adi Prayitno dan rekan-rekan sekalian, untuk terus belajar ilmu bermanfaat. Sufyan bin Utaibah pernah berkata:”Jauhilah penyakit seorang pintar yang sesat dan penyakit seorang ahli ibadah yang bodoh, karena penyakit dari dua macam orang ini merupakan penyakit yang menyesatkan. Orang ahli ibadah yang bodoh menolak ilmu dan implikasinya. Inilah merupakan kesesatan yang menyebabkan kedustaan agama.” (Ibn al-Qayyim al-Jauziyah dalam al-Fawa’id). Banyak kasus dijumpai, seorang terpelajar akan tetapi mengikuti aliran sesat. Tidak sedikit pula ilmuan yang mendukung pemikiran-pemikiran di luar Islam. Mereka semua adalah orang yang terpelajar dari institusi berlabel Islam, terdidik sampai pada level tinggi. Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah, orang seperti mereka sesungguhnya bukan orang pintar. Sebab mereka menentang ilmu dan hukum-hukumnya, dan lebih mengutamakan khayalan, kesukaan dan hawa nafsu. (Ibn Qayyim al-Jauziyyah dalam al-Fawa’id). Setiap muslim mestinya selalu berstatus pelajar (muta’allim), apapun profesinya dan berapapun usianya. “Tuntutlah ilmu hingga liang lahat!” adalah seruan agar kita jangan sekali-kali melepaskan status sebagai pelajar. Bahkan seorang yang telah bergelar KIai, Profesor dan doktor tetap harus belajar Saat mereka ‘pensiun’ jadi pelajar, maka ilmunya akan mati. Tidak berkembang dan tidak ada tambahan ilmu. Makanya, profesi menjadi pelajar adalah sepanjang masa. Pelajar bukan hanya yang belajar di lembaga sekolah, pesantren, dan perguruan tinggi. Di manapun dan kapanpun kita bisa dan wajib berstatus menjadi pelajar. Akan tetapi ada petunjuk yang harus diperhatikan agar tidak menjadi pelajar yang merugi.Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini yaitu, niat, jenis ilmu dan cara memperolehnya harus benar. Jika tidak, maka akibatnya akan tersesat. “Barangsiapa ilmunya bertambah, namun tidak bertambah petunjuk, maka ia akan semakin jauh dari Allah.” (HR. Abu Nu’aim). Saat kita jauh dari-Nya, maka kita menjadi dzalim. Kedzaliman seorang ilmuan dan pemimpin bermula dari niat belajar yang salah dan ketidaktepatan memposisikan ilmu ketika belajar. Ilmu yang agung tidak semestinya dicampur dengan tujuan dan niatan yang hina. Antar yang haq dan yang batil jelas tidak mungkin bertemu. Berdasarkan niat belajar, Imam al-Ghazali membagi orang menuntut ilmu menjadi tiga. Pertama, belajar semata-mata karena ingin mendapat bekal menuju kebahagiaan akhirat. Kedua, belajar dengan niat mencari kemuliaan dan popularitas duniawi. Ketiga, menuntut ilmu sebagai sarana memperbanyak harta. Golongan pertama, adalah golongan selamat sedangkan tipe kedua dan ketiga termasuk berpotensi menjadi pemimpin dan ilmuan yang dzalim. Golongan pertama termasuk pelajar yang memahami konsep ilmu dengan benar, niatannya untuk menghilangkan kejahilan agar mendapat ridla Allah SWT. Keilmuannya diamalkan demi kemaslahatan umat bukan untuk kenikmatan pribadi. Golongan kedua dan ketiga adalah kelompok penuntut ilmu yang materialis, yaitu mencari ilmu untuk tujuan duniawi. Sehingga aspek-aspek ukhrawi tidak menjadi landasan dalam mencari ilmu. Jika materialisme sebagai kerangka pikirnya, maka menurut Imam al-Ghazali ia kelak akan menjadi ulama’ suu’ (ilmuan jahat) yang tidak mengindahkan adab. Ayok ah terus belajar. untukmu www.arrahmandistro.com www.arrahmandistro.blogspot.com www.madu-mutiara.blogspot.com
Rabu, 13 April 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Belajar terus dah! Lam kenal! Visit blogku juga, ya!
Posting Komentar